Jumat, 18 April 2014

Who Moved My Cheese?

Salah satu hal yang tidak berubah dan selalu ada adalah perubahan. Apapun itu. Usia, kedewasaan, situasi, teknologi, bahkan perasaan juga. Perubahan itu mau tidak mau harus kita sikapi jika tidak ingin ketinggalan, tapi masalahnya, kita seringkali sudah pe-we di zona nyaman kita, sehingga kita  kadang abai, kadang terlalu malas untuk ‘bergerak’.


Ada satu cerita yang cukup menarik di buku berjudul “Who Moved My Cheese?”. Dikisahkan ada 4 tokoh imajiner, yaitu 2 tikus (Sniff dan Scurry) dan 2 kurcaci (Hem dan Haw). Keempatnya mempunyai sifat yang dapat mewakili kita :
Sniff
Yang mampu mencium adanya perubahan dengan cepat
Scurry
Yang segera bergegas mengambil tindakan
Hem
Yang menolak dan mengingkari adanya perubahan karena takut apabila perubahan itu mendatangkan hal yang buruk
Haw
Yang baru mencoba beradaptasi jika ia melihat perubahan ternyata mendatangkan sesuatu yang lebih baik

Yang manapun bagian diri kita, kita memiliki ciri yang sama : kebutuhan untuk menemukan jalan di dalam labirin dan kesuksesan dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

Who Moved My Cheese?
Alkisah, hidup empat tokoh tadi yang berlarian di dalam Labirin mencari Cheese untuk meningkatkan gizi mereka sekaligus membuat mereka bahagia. Setiap hari mereka menghabiskan waktu untuk mencari Cheese kesukaan mereka di dalam Labirin. Para tikus, Sniff dan Scurry, memiliki pikiran sederhana dan naluri yang kuat untuk mencari Cheese. Berbeda dengan para tikus, kedua kurcaci, Hem dan Haw, menggunakan otak mereka yang rumit yang dipenuhi dengan berbagai keyakinan dan emosi untuk mendapatkan beragam Cheese.
Nah, pada suatu ketika mereka berempat menemukan sebuah sudut di labirin yang dipenuhi dengan Cheese. Mereka amat gembira. Namun suatu hari, Cheese itu ‘menghilang’. Keempat tokoh tersebut memiliki reaksi yang berbeda terhadap peristiwa tersebut. Reaksi masing-masing dari mereka menunjukkan bagaimana sikap mereka terhadap perubahan.
Yang ingin tahu bagaimana reaksi atau tindakan masing-masing dari mereka sila baca sendiri bukunya ya :D

taken from : google picture

Beberapa  poin penting yang bisa diambil dari cerita ini adalah :
“Kehidupan bukanlah jalan yang lurus dan mudah dilalui di mana kita bisa bebas berpergian tanpa halangan, namun jalan-jalan yang simpang siur membuat kita harus mencari-cari, tersesat, dan kebingungan, dan kini sekali lagi kita sampai di jalan tak berujung.
Namun, apabila kita selalu memiliki keyakinan, pintu pasti terbuka bagi kita, mungkin bukan pintu yang selama ini kita dambakan, akan tetapi pintu yang pada akhirnya terbukti justru paling baik bagi kita.” –A.J. Cronin-

Suatu perubahan tiak akan mengejutkan jika kita memperhatikan apa yang terjadi di sekitar kita dan mengantisipasi perubahan.

Seringkali kita dihantui rasa takut ketika ingin melakukan sesuatu, yang pada akhirnya menghambat kita untuk bergerak, menghambat kita untuk berkembang. Ketika hal itu terjadi, tanyakan pada diri kita “APA YANG AKAN ANDA LAKUKAN JIKA ANDA TIDAK TAKUT?”

Selamat hari ini, kawan. Masih enggan menghadapi perubahan?


Sabtu, 25 Januari 2014

Taksonomi-taksonomi Pembelajaran (Bloom , Fink , SOLO, Marzano)

Selama ini taksonomi yang paling sering kita dengar adalah taksonomi Bloom. Padahal masih banyak taksonomi-taksonomi  pembelajaran lainnya. Beberapa diantaranya adalah taksonomi SOLO, taksonomi Fink, taksonomi Marzano. Yang ingin tahu sedikit gambaran tentang taksonomi-taksonomi tersebut bisa download di sini

Sabtu, 04 Januari 2014

"Menembus" Otak Reptil Siswa

(dimuat di Harian Suara Merdeka,  Sabtu 4 Januari 2014)

"Anak-anak, keluarkan buku paket, buka halaman 23. Hari ini kita akan membahas tentang Sumber Energi”
Masih adakah di antara Bapak Ibu guru yang membuka kegiatan belajar mengajar seperti ilustrasi di atas? Jika masih ada, coba bayangkan jika Bapak Ibu guru ini menempati posisi sebagai murid guru tersebut, kira-kira bagaimana responnya? Apakah tertarik? Antusias? Biasa saja? Atau justru hilang selera untuk mengikuti kegiatan pembelajaran?
Bayangkan lagi, jika hal di atas terjadi di Sekolah Dasar (SD) yang notabene guru yang mengampu merupakan guru kelas, yang bisa dikatakan setiap hari bertatap muka dengan si murid. Kemungkinan besar tidak sedikit siswa  akan bosan dan kurang antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Lalu bagaimana solusinya?

Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, Paul D. Maclean membagi otak ke dalam 3 bagian (dikenal dengan konsep Triune Brain), yaitu : otak reptil (bertugas mengatur keseimbangan koordinasi pada tubuh manausia) ; otak limbik (sebagai pengendali emosi) ;  dan otak neokorteks (berkaitan dengan kemampuan manusia dalam berpikir).
Menurut Munif Chatib, dalam bukunya “Kelasnya Manusia”   Triune Brain ini merupakan semacam saluran arus informasi. Pertama informasi masuk lewat otak reptil. Apabila otak reptil terpuaskan, informasi tersebut akan masuk ke otak limbik. Apabila otak limbik terpuaskan, informasi tersebut akan diolah oleh neokorteks dalam aktivitas berfikir. Sebaliknya, jika otak reptil tidak terpuaskan, informasi yang masuk ke otak limbik tidak akan optimal.

Nah...jika mencermati penjelasan di atas bisa dikatakan  “menembus” otak reptil merupakan hal yang penting. Dengan terbukanya otak reptil, memungkinkan proses berpikir akan optimal, karena otak reptil ibarat gerbang yang membuka bagian otak berikutnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara “menembus” otak reptil siswa?

Menurut Awie Suwandi, seperti yang dikutip oleh Munif Chatib dalam buku “Kelasnya Manusia”  ada beberapa stimulus yang berperan langsung terhadap otak reptil, yaitu :
stimulus yang fokus pada diri individu yang bersangkutan, stimulus yang mengandung kontras, stimulus yang bersifat konkret, stimulus yang bersifat visual.

Jika boleh saya contohkan, berangkat dari stimulus – stimulus yang bisa merangsang otak reptil di atas, guru bisa melakukan hal-hal berikut :
-           Di awal pembelajaran sapalah siswa dengan sapaan yang berbeda tiap harinya. Misal : “Selamat pagi para juara!”, “Selamat pagi siswa-siswa hebat!”, “Selamat pagi para calon pemimpin, calon astronot, calon ilmuwan, dan seterusnya”. Atau bisa juga dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan siswa. Misal : “Siapa tadi yang minta doa restu kepada orang tua sebelum berangkat sekolah?”, “Siapa tadi pagi yang membantu ibu memasak?”, “Siapa yang tadi pagi bangun sendiri, tidak dibangunkan orang tua?”. Intinya adalah  bagaimana caranya menarik perhatian siswa serta bagaimana catanya  agar siswa memiliki anggapan bahwa dirinya dianggap “ada” oleh gurunya.
-          
       Usahakan untuk selalu membawa benda konkret yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Misalnya akan belajar mengenai bagian-bagian tumbuhan. Jauh lebih menarik bila guru membawa contoh tanaman, kemudian siswa menunjuk bagian-bagian tumbuhan dan menyebutkan namanya, daripada siswa hanya mendengarkan penjelasan guru yang mengatakan bahwa bagian-bagian tumbuhan terdiri atas daun, bunga, batang, akar, dan sebagainya.
-           Gunakan gambar. Otak kita lebih mudah mengenali gambar daripada kata-kata. Misalnya guru akan menjelaskan mengenai konsep gunung meletus. Daripada menyimak penjelasan panjang lebar guru mengenai gunung meletus, akan lebih baik bagi siswa untuk menyimpan suatu konsep mengenai gunung meletus dengan cara mengamati gambar gunung meletus, proses terjadinya gunung meletus dan sebagainya.
-           
Dengan terbukanya otak reptil, diharapkan dapat membuka bagian-bagian otak selanjutnya untuk mencerna informasi yang diterima secara optimal.  Mari coba kita praktikkan ke anak didik kita.